Senin, 04 November 2019

12 Pahlawan di Uang Baru dari Sukarno sampai Simatupang

Analisis Keuangan Bersertifikat untuk Perubahan Ekonomi Indonesia

INFO BISNIS - Kondisi perekonomian Indonesia ke depan masih juga dalam keadaan baik. Perkembangan itu, menurut Direktur Kebijaksanaan Ekonomi serta Moneter Bank Indonesia Reza Anglingkusumo, karena disebabkan beberapa aktor export Indonesia bisa lakukan rekonsilasi secara cepat, mengingat pasar export Indonesia terhitung cukup bermacam jika dibanding dengan negara ASEAN lain. Diluar itu, cukup tingginya investasi jadikan neraca perdagangan masih surplus serta persediaan devisa masih tinggi.

Dunia pasar modal juga dalam masa keemasan. Khususnya bila merujuk pada beberapa perolehan rekor di selama 2017, mulai level paling tinggi Indeks Harga Saham Kombinasi (IHSG), nilai paling tinggi penghimpunan dana, sampai jumlahnya investor yang tembus lebih dari 1 juta.

“Saat ini, mendasar ekonomi Indonesia cukup kompak serta likuid,” kata Reza dalam acara Ngobrol@TEMPO bertopik “Seberapa Penting Analisa Keuangan Paling dipercaya untuk Perubahan Ekonomi Indonesia ke Depannya?”, akhir minggu lalu, di Financial Klub, Graha CIMB Niaga, Jakarta.

Tidak hanya Reza, ada juga Direktur Peningkatan Bursa Dampak Indonesia (BEI) Nicky Hogan serta Direktur Penting PT Garuda Indonesia sekaligus juga Presiden CFA Pahala Nugraha Mansury, dengan Tomi Aryanto dari Tempo jadi moderator.

Pada 2017, dinamika bidang keuangan makin menarik ketertarikan warga Indonesia. Mulai instrumen investasi, pengendalian asset serta utang negara, pengendalian keuangan pribadi atau perusahaan, trend financial technology, ekonomi digital, sampai gagasan perusahaan untuk melantai di bursa, merger, dan akuisisi. Serta dalam lima tahun akan datang, dinamika dan minat orang Indonesia pada keuangan direncanakan bertambah. Berarti, ada keperluan penambahan jumlahnya analis keuangan di Indonesia. Sekarang, analis keuangan di Indonesia yang mempunyai sertifikasi bertaraf internasional masih sedikit. Untuk sertifikasi Chartered Financial Analyst (CFA), pemegangnya baru seputar 170 orang.

“Indonesia masih kekurangan analis keuangan yang mempunyai sertifikasi bertaraf internasional. Pemegang sertifikasi CFA banyaknya baru seputar 170 orang. Indonesia ketinggalan jauh dengan Singapura yang mempunyai 2.000 profesional pemegang CFA. Jadi, tidaklah heran bila pengembangan serta produk layanan keuangan di Singapura itu mengagumkan,” tutur Pahala.

Untuk peningkatan pasar modal nasional, Indonesia memerlukan minimal 1.000 analis keuangan bersertifikat CFA. Sebab dengan menambahnya pemegang sertifikat CFA akan menggerakkan perkembangan investor domestik, khususnya dalam penetrasi pasar serta memberikan pandangan berinvestasi di pasar modal secara baik.

“Bursa Dampak Indonesia membidik bisa menjadi pasar saham paling besar di Asia Tenggara pada 2020. Untuk sampai sasaran itu, Indonesia memerlukan 200 ribu (single investor idendtification) aktif serta 19 ribu pialang saham atau broker dealer. Kenyataannya, sekarang kompetensi sdm (SDM) jadi salah satunya rintangan perubahan pasar modal Indonesia. Diantaranya, SID Investor Saham yang tidak sesuai dengan pialang saham yang ada,” sebut Direktur Peningkatan BEI Nicky Hogan.

Sekarang, ketertarikan untuk memperoleh CFA mulai bertambah, khususnya didominasi generasi muda yang biasanya masih duduk di kursi kuliah. Pemegang sertifikat CFA mempunyai tingkatan yang sama juga dengan gelar master of business administration (MBA) serta diperlukan tidak hanya terbatas di pasar modal, tetapi dapat juga di konsultan, perbankan, serta perusahaan sekuritas. (*)

"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar